Kamis, 16 Mei 2013

Sekilas Tentang Sidat

Ikan sidat atau “moa”, ada juga yang menamakan “pelus” untuk ukuran yang bhesar, merupakan salah satu jenis ikan yang populer, baik di Eropa, Amerika, maupun Asia. Sebagai katadrom, mereka tinggal di perairan tawar hingga 6-20 tahun, dan begitu mau memijah kembali ke laut; dalam perjalanan kembali ke laut itu mereka tidak makan. Ikan ini pun mati setelah menunaikan tugasnya menurunkan generasinya (memijah). Di Jepang ikan ini sangat populer dengan sebutan “unagi” dan umumnya disajikan dalam bentuk panggang (grilled eel fillet).
Gambar 1. “Unadon”. adalah salah satu makanan termahal di dunia yang terbuat dari sidat)

Ikan ini mempunyai beberapa keistimewaan antara lain mempunyai kandungan zat gizi yang tinggi terutama vitamin A, rasanya sangat lezat, berkalori tinggi (303.100 kcal/gram) dan merupakan sumber energi yang besar; di negara-negara tertentu diyakini sebagai sumber energi yang sangat diperlukan pada musim-musim dingin. Banyaknya keunggulan dari ikan sidat sebagai sumber gizi membuat ikan ini sangat diminati di Jepang, Eropa, Amerika, Korea dan Taiwan. Jenis masakan sidat yang paling poluler di Jepang adalah “unadon” (Gambar 1). Unadon berasal dari kata unagi no kabayaki (ikan sidat panggang atau smoked eel) dan donburi (yaitu nasi dan berbagai menu yang diasjikan dalam mangkok besar). Boleh dicoba – dan kita akan menikmati setiap gigitan menu ini. Kalau di Indonesia kemana kita pergi akan ketemu sate, maka bila di Jepang kita akan ketemu sidat panggang yang sanagat harum menusuk hidung dan membangkitkan selera kita. Pasar sidat meliputi pasar domestik dan internasional, namun suplainya masih sangat terbatas, sehingga harga ikan ini cukup tinggi terutama untuk ukuran benih (elver maupun fingerling). Selama ini tujuan ekspor utama adalah Jepang, tetapi juga merupakan penghasil sidat dunia. Permintaan sidat negara itu mencapai 130.000 ton per tahun, sementara produksinya baru 21.800 ton atau baru 16,8%. Jumlah produksi tersebut sebagian besar dari hasil budidaya yaitu 21.000 ton (96,3%). Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya di Jepang maupun negara-negara lain adalah semakin menurunnya suplai benih. Beberapa sebab menurunnya suplai benih antara lain adalah karena penangkapan glass eel yang tak terkendali, dan semakin rendahnya jumlah sidat dewasa yang mampu kembali ke laut untuk memijah. Penangkapan yang tak terkendali di hampir semua negara berlangsung sudah sejak lama, dimana glass eel biasa ditangkap untuk makanan yang lezat. Kegiatan ini kemudian dilarang di Eropa, dan di Indonsesia berhenti setelah mereka mengetahui bahwa harga glass eel ini sangat mahal. Semakin rendahnya ikan dewasa yang mampu kembali ke laut disebabkan oleh semakin intensifnya penangkapan glass eel, banyaknya penghalang yang menghadang glass eel / elver naik ke hulu (antara lain bangunan-bangunan pengatur irigasi), dan belum berhasilnya produksi benih dari budidaya. Berbeda dengan di Indonesia, sebagian daerah potensial sidat seperti Sumatera, Sulawesi, dll. belum dimanfaatkan secara optimal, kecuali di Selatan Pulau Jawa. Demikian pula budidaya ikan ini belum sepenuhnya diusahakan secara maksimal. Usaha budidaya sidat secara super intensif yang dulu pernah dilakukan menjadikan harga pokoknya cukup tinggi, sedang harga ekspor kadang turun bergantung musim panen di negara importir. Dengan semakin menurunnya suplai benih, semakin mahal harga sidat baik benih maupun ukuran konsumsi. Harga sidat ukuran konsumsi secara bertahap terus meningkat; di pasaran lokal dari harga per kilogram Rp.50.000 beberapa tahun lalu kini meningkat hingga Rp.80.000. Jepang bahkan memberikan harga yang jauh lebih tinggi khususnya untuk sidat budidaya yang dikemas hingga kualitas produk memenuhi persyaratan mereka. Untuk harga glass eel khususnya merangkak cepat dari per kg Rp.5.000 pada tahun delapan puluhan, akhir-akhir ini menjadi Rp.400.000-500.000. Tingginya harga glass eel di luar negeri bahkan menyebabkan ekspor elver sidat secara diam-diam dan ini merupakan suatu hal yang sangat tidak bijaksana. Pengembangan budidaya dengan demikian merupakan peluang baik bagi masyarakat, yang perlu didukung oleh pemerintah. Teknologi madya yang telah ditemukan pada tahun-tahun tujuh puluhan oleh pengusaha swasta dan kemudian akhirakhir ini dimulai oleh Balai Layanan Usaha Produksi Budidaya Karawang (dulu PT. Pandu TIR) salah satu UPT Ditjen Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan) di Karawang, membuka hasanah baru menggeliatnya minat usaha sidat di Indonesia.

Rabu, 15 Mei 2013

Analisis Usaha Sederhana Sidat

Analisis Usaha Sederhana Sidat
Investasi tetap untuk glass eel – elver dan elver – fingerling :
Investasi tetap (5 tahun)             Rp7.200.000
- 18 akuarium ukuran 100 x 50 x 35 cm (1 kg glass eel=6 akuarium) @Rp150.000              Rp2.700.000
- 6 buah rak penyimpan akuarium (1 rak=3 akuarium) @Rp400.000 Rp2.400.000
- Aerator mesin @Rp1.100.000
- Biaya instalasi dan lain-lain Rp1.000.000

1.        Glass eel - Elver 5-6 bulan
Tebar benih 3 kg (5.000 ekor/kg) @Rp900.000/kg          Rp2.700.000
Pakan cacing sutera 100 l/6 bulan @Rp6.000  Rp600.000
Probiotik, vitamin, obat-obatan   Rp150.000
Pengeluaran            Rp3.450.000

Panen ukuran rata-rata 5 g dengan SR 60%: 45 kg
Harga jual Rp350.000/kg
Pendapatan              Rp15.750.000

Keuntungan Rp15.750.000 – Rp3.450.000 = Rp12.300.000

2. Elver – Fingerling, siklus 3-4 bulan
Tebar benih 3 kg (60 ekor/kg) @Rp150.000   Rp450.000
Pakan cacing sutera 120 l/4 bulan @Rp6.000  Rp720.000
Probiotik, vitamin, obat-obatan   Rp150.000
Pengeluaran            Rp1.320.000

Panen ukuran 33,3 g: 18 kg (isi 30 ekor/kg)
Harga jual Rp110.000/kg
Pendapatan              Rp19.800.000

Keuntungan Rp19.800.000 – Rp1.320.000    = Rp18.480.000

3. Fingerling – Ukuran konsumsi 250 g, siklus 3-4 bulan
Investasi tetap, kolam berukuran 4x2x1 m3  Rp1.500.000 – Rp3.500.000
(Termurah menggunakan kolam terpal, hingga paling mahal dengan kolam beton)
Tebar benih 25 kg @Rp100.000     Rp2.500.000
Pakan pellet kakap 200 kg/4 bulan @Rp12.000                Rp2.400.000
Probiotik, vitamin, obat-obatan   Rp150.000
Tenaga kerja panen 4 orang @Rp800.000      Rp3.200.000
Pengeluaran            Rp8.250.000

Panen ukuran 250 g : 100 kg (1 kg isi 4 ekor)
Harga Rp100.000/kg
Pendapatan              Rp10.000.000

Keuntungan Rp10.000.000 – Rp8.250.000 =                 Rp1.750.000

Sumber : Yopie Yuliarso, 2012 (Diolah)

Laba dan Risiko Sama Besarnya

Belum banyak pelaku usaha yang berani terjun langsung ke bisnis budidaya sidat. Tertantang?
Pasar sidat internasional yang membutuhkan sekitar 164 ribu ton/tahun tidak dapat dicukupi dengan hanya mengandalkan tangkapan alam. Karena itu budidaya menjadi langkah yang tepat. Pembudidaya sidat mulai bermunculan. Namun jika hanya tergiur margin yang besar, jangan harap bisa bertahan.
Budidaya sidat terbilang cukup lama. Dari benih hingga panen ukuran konsumsi, membutuhkan waktu sekitar 8-14 bulan.. Yopie Yuliarso, pembudidaya sidat di daerah Pondok Kelapa, Jakarta Timur menuturkan, budidaya sidat sebaiknya dibagi dalam beberapa tahapan. “Main (budidaya) sidat ini jangan dari kecil sampai gede, kelamaan. Ada yang main dari 100 g ke 250 g, atau ada yang dari 50 g ke 100 g. Mendingan begitu,” sarannya.
Secara umum, dikenal empat fase hidup sidat. Glass eel, yaitu benih sidat berukuran 0,09 – 0,17 g per ekor. Benih ini murni merupakan tangkapan alam, ditemukan di muara-muara sungai pada bulan-bulan tertentu, misal di Pelabuhan Ratu, antara Oktober-Februari. Pemeliharaan glass eel hingga menjadi benih berukuran 2 - 10 g per ekor atau elver memakan waktu 5 hingga 6 bulan.
Tahapan selanjutnya, fingerling berukuran 50 - 100 g per ekor. Dari elver mencapai fingerling perlu waktu 3 - 4 bulan. Terakhir, dari ukuran fingerling hingga mencapai ukuran sidat konsumsi, yaitu 250 g per ekor, membutuhkan waktu 3 – 4 bulan. 

Budidaya Intensif
Fitria Nawir, Penanggung Jawab Budidaya Sidat di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jabar, menuturkan, kebutuhan pembesaran sidat berbeda dengan tahapan benih. Seperti usaha benih yang dapat dilakukan di dalam ruangan atau menggunakan akuarium, sementara pembesaran dilaksanakan di kolam.
“Sebenarnya benih ukuran 20 g sudah bisa dipindahkan ke kolam tanah atau kolam tambak. Karena kalau terlalu lama di indoor (di ruangan) pertumbuhannya juga kurang bagus, tidak cepat seperti di pembesaran di kolam tanah,” tuturnya.
Pemilihan pakan sidat selanjutnya menjadi hal penting untuk diperhatikan. Pasalnya, menurut I Made Suitha, Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, sidat tergolong ikan berusus pendek dengan rasio pakan yang tinggi. “Makanan belum terserap dengan baik, sudah terdorong oleh makanan lain, jadi tidak efisien. Kita harus memilih sumber protein yang mudah diserap namun murah,” cetus Made.
Fitria membenarkan, “Kita pakai pakan yang punya kandungan protein minimal 46%. Kalau masih glass eel kita kasih cacing sutera.” Lanjutnya, 2 – 3 bulan setelahnya, cacing sutera dapat dicampurkan dengan pasta, yaitu pellet yang dihancurkan seperti tepung dan ditambahkan air. Semakin besar, persentase pakan cacing sutera diturunkan, hingga pada akhirnya hanya diberi pasta.
Tambahan vitamin atau probiotik pun dibutuhkan dalam pengembangan sidat. Vitamin biasanya diberikan pada musim hujan karena risiko serangan penyakit semakin tinggi. Sedangkan probiotik digunakan untuk menjaga kualitas air.
Dona Roy, seorang pembudidaya sidat di Yogyakarta membagi pengalamannya saat menggunakan probiotik. “Saat awal mulai, banyak yang mati. Lalu kami coba tebar (benih) ditambah probiotik. Kematiannya menurun sampai 25%. Lucunya, secara fisik memang lebih besar yang tanpa probiotik, tapi pas ditimbang, bobot yang kecil (dengan probiotik) sama dengan yang besar (tanpa probiotik). Kecil tapi berat begitu,” ungkap pria kelahiran Ngawi ini.

Kenali Risikonya
Bisnis sidat memang menjanjikan keuntungan yang menggiurkan, tapi risikonya juga besar. “Yang paling mudah itu pembesaran, tapi butuh duit gede. Kalau pendederan itu biaya lebih kecil, hasil lebih gede, tapi risiko tinggi,” tutur Yopie. Fase glass eel, termasuk berisiko paling tinggi, mulai dari ketersediaan yang tidak kontinu, hingga risiko kematian yang tinggi.
Namun bagi pembudidaya seperti Dona, mulai budidaya dari tahapan glass eel justru tingkat kematiannya lebih kecil. “Misal dari 1 kg glass eel itu isi 5.000 ekor. Dalam sehari cuma mati maksimal tiga ekor. Kalau kita hitung 5 bulan, ada sekitar 450 ekor yang mati. Kita masih punya 4.500 (ekor) lagi. Tapi banyak juga yang mengalami glass eel itu kalau hidup 50% saja sudah bagus,” ujarnya.
Sementara di tahapan pembesaran, Fitria menekankan risiko kaburnya sidat akibat kebocoran pematang. “Kalau ada yang berlubang, lalu ada hujan dan ada titik air yang terkonsentrasi, dia akan mengikuti air itu,” imbuhnya. Yopie menambahkan, penyakit seperti ekor putih, white spot, hingga gangguan pencernaan menjadi penyakit yang acap kali menyerang sidat. Beranimencoba?


Jumat, 26 April 2013

PROSPEK PERDAGANGAN

Sidat memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi komoditi perikanan unggulan karena permintaan dunia yang sangat tinggi. Masyarakat Jepang merupakan konsumen ikan sidat terbesar dunia, dimana setiap tahunnya membutuhkan 150 ribu ton dari 250 ribu ton kebutuhan dunia. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, populasi sidat populer dunia seperti Anguilla Japonica, Anguilla anguilla dan Anguilla rostrata mulai menurun drastis karena konsumsi berlebihan, ditambah siklus hidup yang rumit menyebabkan stok benih budidaya ikan ini masih mengandalkan hasil tangkapan alam. Menurunnya produksi sidat membuat dunia mulai melirik ke spesies sidat tropik di Indonesia yang ternyata merupakan pusat sidat dan memiliki 12 spesies dari 18 spesies yang ada di dunia. Indonesia yang memiliki sidat dengan jenis yang cukup beragam belum dimanfaatkan secara optimal. Kebanyakan sidat yang dipasarkan merupakan hasil tangkapan dari alam. Sampai saat ini jumlah pembudidaya sidat masih sangat terbatas, padahal potensi benih sidat (glass eel) di Indonesia cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa antara jumlah produksi benih yang dihasilkan dari alam belum sepadan dengan pemanfaatannya untuk pembesaran. Dengan demikian perlu diwaspadai karena kenyataan di lapangan justru permintaan ekspor terhadap benih sidat (glass eel) semakin meningkat, misalnya dengan dalih untuk penelitian. Dengan adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, tentang larangan Pengeluaran Benih Sidat Dari Wilayah Negara Republik Indonesia, ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia NOMOR PER. 18/MEN/2009. Ukuran dan benih sidat yang dilarang adalah: 1. Benih adalah ikan dalam umur, bentuk, dan ukuran tertentu yang belum dewasa. 2. Benih sidat adalah sidat kecil dengan ukuran panjang sampai 35 cm dan/atau berat sampai 100 gram per ekor dan/atau berdiameter sampai 2,5 cm. Jadi ada batasan berat 100 gram, atau diameter s/d 2,5 cm, dan panjang 35 cm. Hal itu memungkinkan perkembangan pemeliharaan sidat dalam negeri sampai ukuran (100 gr, diameter 2,5 cm, panjang 35 cm), dan dapat dilepas ke pasar internasional untuk ukuran yang lebih besar. Pasaran di Jepang menghendaki ukuran konsumsi 190 gr/ sd 200 gr per ekor yang disebut ‘boko’ [150 gr s/d 220 gr, panjang s/d 80 cm sekilo 6 ekor], untuk ukuran small marketsize adalah ‘futo’ [100 gr - 150 gr, panjang mencapai 50 cm, sekilo 8 ekor]. Jika sudah dipaket menjadi sidat panggang (unagi kabayaki) kemasan adalah 110gr- 120 gr, dan 150gr-160gr, dalam bentuk sudah dikemas dalam kemasan vakum, dari sidat hidup kabayaki susut beratnya 20%. Harga sidat di Tsukiji Market - Jepang, mencapai 7.000 yen per kg, sekitar Rp. 739.865 per kilo gram, untuk unagi kabayaki (panggang di vakum) harga 110gr - 120 gr sekitar 1.260-1.500 yen (133 ribu s/d 158 ribu rupiah). Jadi dapat diperhitungkan harga jual ke Jepang, tentu akan memudahkan jika di Indonesia yang di eksport adalah produk olahan (unagi kabayaki), bisa juga dalam bentuk fresh frozen eel, frozen roasted eel (unagi kabayaki). Untuk pasaran dunia biasanya mereka menghendaki sidat hidup untuk pasar lokal, dan frozen eel.

KANDUNGAN GIZI SIDAT

Komposisi kimia hasil perikanan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah penyakit dan keturunan (jenis/gen). Sedangkan faktor luar dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik biotik maupun abiotik. Stadia fisiologis juga akan mempengaruhi komposisi. Pada stadia juvenile, remaja, matang gonad, dan pascamemijah komposisi kimia akan disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis dari hasil perikanan. ]enis makanan yang tersedia juga mempengaruhi komposisi kimia ikan, sebagai contoh hasil penelitian yang memberikan perlakuan pakan tambahan dengan karbohidrat pada ikan Anguilla anguilla memperoleh komposisi sebagai berikut: air 57,21%, protein 15,89%, lemak 25,61%, dan abu 2,12%. Sebaliknya hasil penelitian terhadap ikan sidat (Anguilla bicolor) yang diberi pakan protein dengan kadar bervariasi yang berkisar antara 40,25-55,21 % menghasilkan protein 18,04-20,32%; air 67,79-70,73%; lemak 7,23-8,01 %; abu 2,69- 3,20% dan serat kasar 0,73-0,77%. Semakin tinggi kadar protein pakan yang diberikan semakin tinggi pula kadar protein daging ikan yang terukur. Komposisi kimia beberapa jenis ikan sidat dapat dilihat pada Tabel 1 dan komposisi asam aminonya dapat dilihat pada Tabel 2. Ikan sidat yang ditangkap dari alam khususnya Anguilla bicolor termasuk ikan berlemak rendah dan sedang dengan kadar protein yang tinggi. Penelitian Saleh (1993) menghasilkan protein berkisar 17,5- 21,5%, air 71,5-75,9%, lemak 3,3-9,5% dan abu 1,0- 1,6%.

Tabel 1. Komposisi kimia beberapa jenis ikan sidat dalam 100 gram bahan segar (%)

Beberapa tahun belakangan ini ditemukan bahwa ikan sidat mengandung berbagai asam lemak tak jenuh yang tinggi yang tak ada pada hewan lainnya, sehingga dapat merupakan makanan utama yang memenuhi nafsu makan manusia, tanpa perlu kuatir badan akan menjadi gemuk. Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa komposisi kimia ikan sidat baik dalam satu jenis maupun jenis yang berbeda kadarnya juga berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya adalah jenis makanan yang tersedia, sebagaimana terlihat pada Tabel 2 dengan pemberian protein yang semakin tinggi akan diikuti pula oleh kadar protein daging yang tinggi dan kadar air yang semakin rendah. Pakan dengan kadar protein 40,25% menghasilkan ikan dengan protein terendah dibanding pakan yang kadar protein 55,22%. 

Tabel 2. Komposisi asam amino ikan sidat (Anguilla bicolor) dengan perlakuan pakan (protein) yang berbeda (gram/100 gram protein)

 
 Selain kadar protein yang menentukan komposisi kimia ikan, kadar karbohidrat juga berpengaruh. Pemberian karbohidrat yang tinggi dapat menghasilkan ikan dengan kadar lemak tinggi sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ikan sidat yang rakus dan bersifat karnivor ternyata dengan pakan yang kaya karbohidrat juga bisa menghasilkan lemak tinggi, tetapi kadar proteinnya relatif rendah. Lemaknya dapat mencapai 25,61 %, protein 15,89%, dan kadar air 57,21 %. Berdasarkan jenis pakan yang diberikan sesungguhnya pengguna dapat memilih ikan yang diharapkan, apakah kaya protein atau kaya lemak serta teksur yang bagaimana. Komposisi kimia ikan ini tidak hanya ditentukan oleh pakan saja, tetapi juga ditentukan oleh fase fisiologis dari ikan tersebut. Namun untuk ikan sidat belum ada data akurat mengenai perbedaan komposisi yang disebabkan oleh fase fisiologis dari ikan. Rasa ikan sidat harum dan enak, disebut sebagai “ginseng air”, fungsinya dalam memperpanjang umur dan melawan kelemahan dan penuaan tak ternilai. Sidat memiliki kandungan nutrisi protein, karbohidrat, serta omega 3 yang tinggi. Sehingga menguatkan fungsi otak dan memperlambat terjadinya kepikunan. Dibanding ikan salmon, sidat mengandung DHA (Decosahexaenoic acid, zat wajib untuk pertumbuhan anak) sebanyak 1.337 mg/100 gram sementara ikan salmon hanya 748 mg/100 gram. Kandungan EPA (Eicosapentaenoic acid) yang terdapat dalam ikan sidat sebesar 742 mg/100 gram sementara salmon hanya 492 mg/100 gram. Ikan sidat mempunyai kandungan asam lemak Omega 3 tinggi, yakni sekitar 10,9 gram per 100 gram. Omega 3 ini dipercaya mampu meningkatkan fungsi mental, memori, dan konsentrasi manusia. Zat yang banyak terdapat dalam lemak sidat ini juga terbukti mampu mengobati depresi, gejala penyakit kejiwaan atau schizophrenia. Mengkonsumsi ikan sidat dapat mengatur imunitas tubuh manusia, sebagai anti oksidan, menghilangkan racun tubuh, serta memperlambat penuaan. Ikan sidat adalah sejenis ikan yang mempunyai nilai gizi sangat tinggi, kaya akan protein serta vitamin D dan E, serta mempunyai mucoprotein yang kaya, disebut sebagai asam amino lemak ganggang dan asam ribonukleat. Ikan sidat juga terbukti mengandung vitamin A dengan kadar 100 kali lebih banyak dibandingkan ikan-ikan yang lain. Untuk 100 gram daging sidat mengandung 5000 IU vitamin E. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ikan sidat adalah rajanya ikan untuk kandungan nutrisi yang ada didalam tubuhnya, ini berdasarkan penelitian kedokteran modern yang menemukan bahwa kandungan vitamin dan mikronutrien dalam ikan sidat sangat tinggi, di antaranya:
  1. vitamin B1, 25 kali lipat susu sapi
  2. vitamin B2, 5 kali lipat susu sapi
  3. vitamin A, 45 kali lipat susu sapi,
  4. kandungan zinc (emas otak) 9 kali lipat susu sapi.
Teknologi menemukan bahwa daya hidup ikan sidat yang ajaib bersumber dari tulang sum-sumnya yang besar dan kuat. Penelitian modern menunjukkan bahwa tulang sum-sum ikan sidat mengadung beratus-ratus jenis zat bergizi, gizi dan nilai farmakologinya yang istimewa telah mendapat perhatian yang luas dari para pakar. Sudah banyak terbukti, mengkonsumsi ikan sidat secara teratur dapat mendorong terbentuknya lemak fosfat dan perkembangan otak besar, bermanfaat untuk meningkatkan daya ingat. Juga memperbaiki sirkulasi kapiler, mempertahankan tekanan darah normal, mengobati pembuluh darah otak. Banyak orang merasakan manfaat mengkonsumsi ikan sidat untuk penyakit rabun jauh, rabun dekat, glukoma dan penyakit mata kering disebabkan karena mata terlalu lelah. Minyak ikan sidat dibuat dari ekstrak sum-sum ikan sidat segar, mengandung tiga jenis nutrient penting yaitu: asam lemak omega 3 (DHA & EPA) , Phospholipids dan antioksidan Vitamin E.

Kamis, 25 April 2013

Habitat dan Siklus Hidup


Sidat termasuk ikan katadromus, yaitu ikan yang dewasa berada di hulu sungai atau danau, tetapi bila sudah matang gonad akan beruaya dan memijah disana. Memijah di kedalaman laut hingga lebih dari 6.000 m, telur-telur naik ke permukaan dan menetas menjadi larva. Larva sidat yang terbawa arus, bermetamorfosa menjadi leptocephalus (berbentuk seperti daun), dan terus mengarungi samudera menuju ke pantai/perairan tawar. Setelah mencapai pantai dalam kurun waktu satu hingga tiga tahun, sudah berupa glass eel dengan tubuh transparan hingga terlihat insang (berwarna merah terang) dan hatinya. Di Pelabuhan Ratu, glass eel mencapai muara sungai dengan ukuran 45-60 mm (0,15 – 0,2 g), sedang di Eropa mencapai ukuran 75-90 mm. Mencapai pantai, glass eel memasuki muara sungai dan terus naik dan hidup di hulu-hulu sungai, danau, dan rawa, atau tinggal di perairan rawa pasut atau perairan payau. Perjalanan panjang dan sebagian perkembangan stadia ikan sidat disajikan pada Gambar 5.



Gambar 5. Ruaya dan ukuran glass eels (atas), dan sebagian
perkembangan stadia sidat.

Morfologi dan Anatomi Ikan Sidat


Selintas sidat mirip dengan belut. Tubuhnya bulat dan panjang, warnanya juga sama yaitu kuning, abu-abu, cokelat, dan terkadang hitam. Namun bila diperhatikan, ikan ini berbeda dengan belut, yaitu adanya sirip dada (pectoral fin) di belakang kepalanya (meski ada beberapa jenis tidak memiliki sirip ini); sirip punggung (dorsal fin) dan sirip duburnya (anal fin) langsung menyatu hingga sisrip ekor (caudal fin) membentuk suatu pita lembut.

Gambar 2. Ikan sidat (Anguilla sp). Bentuk dan sirip (kiri), dan mulut (kanan).
(Gambar 2). Sidat memiliki bentuk tubuh bulat memanjang. Memiliki kepala, perut, dan ekor. Tubuhnya memanjang dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 20 : 1. Kepala sidat berbentuk segitiga, memiliki mata, hidung, mulut, dan tutup insang. Mata sidat tidak tahan terhadap sinar matahari karena sidat termasuk binatang malam (nocturnal). Oleh sebab itu, tempat pemeliharaan sidat, terutama pada tahap pendederan, harus diberi peneduh berwarna hitam. Mulut sidat berfungsi untuk mengambil makanan. Mulut sidat membelah hampir di sepanjang bagian kepala. Hidung sidat sangat kecil, berfungsi untuk alat penciuman. Tutup insang berada di bagian bawah kepala atau di depan sirip dada. Sebagian besar spesies ikan ini nokturnal (aktif di malam hari), hingga kita jarang melihatnya di alam; hanya kadang kita melihatnaya di lubang-lubang atau di tempat khusus yang kadang dikeramatkan orang. Sebagian species hidup di perairan lebih dalan di paparan benua dan diderah dengan kedalaman hingga 4.000 m. Hanya yang termasuk dalam famili Aguilidae yang secara teratur mendiami perairan tawar namun juga kembali ke laut untuk memijah. Berbeda lagi dengan yang disebut sidat listrik (Electrophorus electricus), merupakan penghuni sungai Amazon dan sungai Orinoko yang memiliki kekuatan listrik mencapai 650 volt yang digunakannya untuk berburu mangsa dan membela diri. Kejutan listrik yang dihasilkan oleh ikan ini cukup untuk membunuh seekor kuda dari jarak 2 meter. Cara kerja penghasil listrik pada ikan ini dapat digunakan sangat cepat mencapai dua hingga tiga perseribu detik. Ketika gelisah, ia mampu menghasilkan guncangan listrik selama setidaknya satu jam tanpa tanda-tanda melelahkan.Ia bisa tumbuh hingga panjang 2,5 m dan berat 20 kg, walaupun biasanya ukuran rata-ratanya adalah 1 meter. Berbeda lagi dengan yang disebut sidat listrik (Electrophorus electricus), merupakan penghuni sungai Amazon dan sungai Orinoko yang memiliki kekuatan listrik mencapai 650 volt yang digunakannya untuk berburu mangsa dan membela diri. Kejutan listrik yang dihasilkan oleh ikan ini cukup untuk membunuh seekor kuda dari jarak 2 meter.

Gambar 3. Electric eel.  
Cara kerja penghasil listrik pada ikan ini dapat digunakan sangat cepat mencapai dua hingga tiga perseribu detik. Ketika gelisah, ia mampu menghasilkan guncangan listrik selama setidaknya satu jam tanpa tanda-tanda melelahkan.Ia bisa tumbuh hingga panjang 2,5 m dan berat 20 kg, walaupun biasanya ukuran rata-ratanya adalah 1 meter2 (Gambar 3).
Di Indonesia sendiri ada tujuh jenis dari total 18 jenis di dunia. Dari tujuh jenis itu, dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang bersirip dorsal pendek dan yang bersirip dorsal panjang. Yang bersirip dorsal pendek adalah Anguilla bicolor dan Anguilla bicolor Pacifica. Sedang yang bersirip dorsal panjang adalah Anguilla borneoensis, Anguilla marmorata, Anguilla celebesensis, Anguilla megastoma dan Anguilla interioris.
 Gambar 4. Pemanenan sidat oleh Presiden. 
Sumber daya alam Indonesia sangat mendukung. Pertama, Indonesia beriklim tropis, hujan dan kemarau yang sangat baik bagi kehidupan sidat. Kedua, Indonesia memiliki sumber benih yang sangat melimpah. Teknologi budidaya sidat sudah mulai dikuasai dan relafit mudah. Selain itu, pembudidaya sidat masih sangat sedikit, sehingga usaha ikan ini terbuka lebar. Usaha komoditas sidat yang ada di Indonesia selama ini ada tiga segmen, yaitu penangkapan, pendederan, dan pembesaran, disamping usaha perdagangan terutama ekspor.